Jumat, 03 Maret 2017

Arief Rahman, Putra Lawu yang Ingin Mewujudkan Magetan the Beauty of Java

Arief Rahman, ST, MM bersama para Dyah. Duta Wisata Magetan
Ayahnya menamai Arief Rahman. Terinspirasi dari tokoh pendidikan Prof Dr Arief Rahman yang kala itu sering tampil di televisi. Inspirasi dan doa kedua orang tuanya rupanya menjadi kenyataan. Kini, Arief Rahman selain sebagai dosen luar biasa bidang manajemen di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), pemilik dan pemimpin LensaIndonesia Group ini juga penggiat di Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Provinsi Jawa Timur.
Arief Rahman lahir di kaki Gunung Lawu, Magetan, 08 Desember 1976.  Ayahnya, Rachmadi, pengusaha bengkel las di Jalan Timor Magetan dan Warsiati, pedagang pakaian jadi di Pasar Baru, selalu berusaha mendidik sang anak menjadi orang yang penuh kasih dan manfaat bagi sesama.
Sejak di bangku kelas satu di SDN II Magetan, Arief Rahman tiap hari berjalan kaki pergi pulang dengan jarak lumayan jauh, 2 km. Meski begitu, di sekolah dasar ini, Arief dikenal sebagai siswa cerdas. Ia tak pernah absen mendapat rangking 1 di kelas.
Bukan hanya berprestasi di akademis, di bidang non akademis pun ia termasuk anak berbakat. Sejak kecil, ayahnya memang keras dan disiplin dalam melatih dan memberi dorongan semangat. Pun sang Ibu, selalu mendukung dengan penuh kasih sayang. Hasilnya, dari kelas III SD ia mampu menjuarai Kejuaraan Tenis Meja se-Kabupaten Magetan.
Maklum, ayahnya tidak pernah lelah mengajari Arief berlatih memukul bola pingpong. Setiap pagi sebelum subuh, ia selalu dibangunkan untuk berlatih. Wajar jika dengan keuletan berlatih penuh kegigihan tersebut, ia terus menyandang gelar juara kabupaten hingga SMA.
Bakat kepemimpinan Arief terlihat sejak SD. Ia selalu dipilih menjadi Ketua Kelas. Dari hari ke hari jiwa kepemimpinannya terus terasah.
Lulus dari SD, Arief Rahman kembali mengukir prestasi. Kelas I hingga kelas III, ia selalu menyabet juara umum se-SMP 1 Magetan. Kelas II, ia terpilih dalam seleksi Pelajar Teladan tingkat Kabupaten Magetan dan mewakili kota kecil yang sejuk itu ke provinsi Jawa Timur.
Di SMP, Arief termasuk anak yang aktif dalam beragam kegiatan, mulai pramuka, olah raga tenis meja dan basket, menjadi pengurus OSIS dan mendirikan grup band bersama sahabat seangkatannya. Grup band bernama Dhoctrin’e itu cukup tersohor kala itu di eks-Karesidenan Madiun. Arief menggawangi grup band ini sebagai gitaris.
Berlanjut di SMA Negeri 1 Magetan. Apa yang dicapai Arief sejak SD dan SMP terus berlanjut. Ia berhasil meraih juara umum tingkat sekolah, mengikuti olimpiade Matematika dan menjadi wakil sekolah di tim Cerdas Cermat antar SMA di TVRI Surabaya. Pun pada Ujian Akhir Nasional ia mendapat penghargaan atas prestasinya meraih nilai 10,00 untuk mata uji Bahasa Inggris.
Tak hanya di bidang akademis, semasa SMA, Arief bahkan menjadi kapten tim basket SMASA Magetan, memimpin redaksi majalah sekolah Mahardhika dan terpilih sebagai Ketua OSIS.
Tidak heran bila saat SMA ia kembali meraih gelar Pelajar Teladan se-Kabupaten Magetan. Di mata guru-gurunya, ia dikenal sebagai siswa yang pintar dan cerdas, meskipun menurut ayah dan ibunya, Arief jarang terlihat belajar.  Bidang akademis, seni, olah raga dan organisasi tampaknya tidak lepas dari sosok Arief Rahman.
Pada tahun 1995, Arief lolos UMPTN dan diterima sebagai mahasiswa Teknik Kelautan (Offshore Engineering), Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Hari-harinya selain menimba ilmu, juga diisi dengan bermain basket, sepak bola dan ngeband bersama kawan sejurusan.
Alumni Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) Tingkat Menengah ITS tahun 1996 ini, semakin menemukan gairahnya saat menjadi aktivis organisasi. Ia tercatat pernah menjadi Ketua Pekan Ilmiah Mahasiswa ITS, Senator Senat Mahasiswa FTK ITS, Menteri Kebijakan Strategis BEM ITS dan Senator di Senat Mahasiswa ITS (SMITS).
Selain kesibukan di intra kampus, ia juga menekuni organisasi ekstra kampus. Mulai tahun 1996, Arief bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai Sekum Komisariat Perkapalan dan Wasekum Koordinator Komisariat Sepuluh Nopember. Ia juga pernah menjadi Ketua Jaringan Aksi Mahasiswa dan Pemuda Surabaya (JAMPS) saat Reformasi 1998 bergulir dan aktif di Forum Mahasiswa Indonesia. Bahkan, kuliahnya sempat molor dikarenakan aktifitas berdemonstrasi di Surabaya dan Jakarta sepanjang 1997 hingga pendudukan Gedung DPR/MPR RI saat Soeharto lengser, 21 Mei 1998.
Semasa kuliah, Arief sudah memulai karir sebagai jurnalis di grup koran harian Memorandum Surabaya tahun 1999. Setahun kemudian mendirikan dan memimpin redaksi Tabloid Sapujagat bersama tokoh Petisi 50 Jalil Latuconsina dan teman-teman aktivis ’98 dari ITS dan Unair.
Pasca reformasi, Arief Rahman menjadi Sekretaris Masika ICMI Jawa Timur saat ICMI Jatim dipimpin mantan Mendiknas M Nuh. Hingga kini Arief Rahman terus aktif di ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia) Jawa Timur.
Pada tahun 2011, Arief mendirikan PT Lensa Indonesia Global Media yang menelurkan media online Lensaindonesia.com, LensaIndonesia News Network, majalah dan koran Lensa Indonesia, serta situs pencari kerja GoodJobs.co.id. Arief Rahman menjadi Presiden Direktur sekaligus CEO LensaIndonesia Group.
Belakangan ia juga tercatat sebagai pengurus Bidang Organisasi Pengprov PSSI Jawa Timur dan Wakil Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Timur.
Sebagai penggiat pariwisata dan anggota Dewan Penentu Kebijakan di Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Provinsi Jawa Timur, Arief merasa kecintaannya pada pariwista Jawa Timur sangat mendalam, terutama kecintaan pada kampung halamannya, Magetan. Pasalnya, sejak masih sekolah di TK Chandra Kirana, ia sudah sering bersentuhan dengan wisata. Usai sekolah, hampir tiap hari ayahnya mengajaknya berwisata ke Telaga Sarangan dengan mobil tua Jeep 1944. Sesekali ia juga berlibur ke Pacitan, tempat ayahnya menghabiskan masa muda dan Telaga Ngebel di Ponorogo. Tak heran bila kini Arief Rahman bertekad memajukan Magetan dan ingin mewujudkan “Magetan the beauty of Java” sebagai destinasi wisata unggulan di Indonesia.
Saat ini Arief Rahman tengah menyelesaikan studi S3 di Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas Airlangga (Unair). Setelah sebelumnya memperoleh gelar master bidang manajemen strategi di Magister Manajemen Unair.
Arief Rahman memiliki dua putra, Shah Athar Rahman (13 tahun) dan Affan Haidar Rahman (8 tahun). Keduanya merupakan buah hati dari pernikahannya dengan Ikke Hapsari Yulianita, SSi, teman sebayanya di SMA Negeri 1 Magetan. Alumni Jurusan Kimia FMIPA Unair Surabaya itu hingga kini berkomitmen mendedikasikan sepenuh waktunya untuk anak-anak dan suaminya.
Pada Pilkada Magetan 2018 mendatang, Arief Rahman terlihat akan turut serta sebagai calon Bupati Magetan. Magetan yang indah (Magetan the beauty of Java) sekaligus maju daerahnya serta sejahtera rakyatnya adalah impian terbesarnya. Ia ingin menjadi harapan baru untuk Magetan lebih maju.

Selasa, 20 Desember 2016

Arief Rahman: Pariwisata harus jadi leading sector memajukan Magetan


LENSAINDONESIA.COM: Direktur Eksekutif Badan Promosi Pariwisata Jawa Timur, Arief Rahman, ST, MM, kembali mendorong masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Magetan untuk menjadikan pariwisata sebagai prioritas pembangunan.
Putra asli Magetan ini sangat meyakini, bahwa sektor pariwisata lah yang akan mampu menjadi gerbong kemajuan dan kemakmuran kabupaten di sisi barat Jawa Timur ini.
“Dari aspek letak geografis, kondisi topografi yang berada di kaki gunung Lawu, suhu dan iklimnya, letaknya di perbatasan Jatim Jateng, serta aspek sosial, Magetan sangat cocok dikembangkan sebagai destinasi wisata skala nasional. Apalagi Magetan punya ikon Telaga Sarangan yang sudah populer dan melegenda,” papar Arief Rahman yang ditemui di sela-sela acara Reuni Akbar SMAN 1 Magetan yang juga dihadiri Ketua KPK Agus Rahardjo, Sabtu (14/05/2016).
Arief Rahman menambahkan, sektor pariwisata bila digarap secara serius dan maksimal bisa melejitkan perekonomian masyarakat Magetan. “Pariwisata ini multiplier effect-nya luar biasa. Ini ibarat lokomotif yang bisa menarik ‘gerbong’ sektor primadona lain di Magetan seperti agrobisnis, industri kerajinan kulit, perkebunan, peternakan, pedagangan dan jasa. Muaranya tentu pada pembukaan lapangan kerja baru, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rakyat,” kata kandidat doktor Ilmu Manajemen Universitas Airlangga ini.
Dia mengilustrasikan, pembangunan di Magetan itu ibarat sebuah rumah, pondasinya adalah pembangunan manusia yang meliputi sektor pendidikan, kesehatan dan akhlak atau moralitas. Sedangkan lima tiang utamanya yaitu infrastruktur, pertanian/agrobisnis, perindustrian berbasis UMKM, perdagangan serta jasa. “Nah, atap atau roof top-nya itu pariwisata. Jadi semua sektor nanti menjadi supporting bagi sektor pariwisata,” terang mantan Ketua OSIS SMAN 1 Magetan 1994-1995 ini.
Sebaiknya, menurut Arief, pemerintah Kabupaten Magetan terus membuka pintu dan mempermudah regulasi bagi investor untuk membangun pariwisata Magetan. Karena sangat tidak mungkin anggaran pemerintah yang minim itu dipakai untuk membangun pariwisata. Perlu peran swasta dan juga partisipasi dari masyarakat.
“Minimal dalam lima tahun ke depan ada lima obyek atau daya tarik wisata baru dengan investasi Rp500 miliar hingga Rp1 triliun lah. Dan bisa menarik 2-3 juta wisatawan per tahun ke Magetan. Itu saya kira pekerjaan rumah kita bersama,” paparnya.
“Dalam hitungan saya, kalau ada 3 juta wisatawan yang mengunjungi Magetan per tahun, berarti ada Rp1-1,5 triliun dana yang dibelanjakan di Magetan. Itu sama dengan APBD Magetan. Insya Allah ekonomi akan lebih baik,” tambah Arief.
Disinggung soal kemungkinan partisipasinya di Pilkada Kabupaten Magetan 2018 nanti, ia hanya tersenyum. “Soal itu faktornya banyak. Ada garis tangan, campur tangan dan tanda tangan. Jadi yaa kalau Allah mengizinkan dan rakyat menghendaki untuk Magetan lebih baik,” kata CEO Lensa Indonesia Group ini sambil tertawa optimis.@LI-1


http://www.lensaindonesia.com/2016/05/14/arief-rahman-pariwisata-harus-jadi-leading-sector-memajukan-magetan.html

Kamis, 26 September 2013

Launching Ikon Wisata Magetan the beauty of Java

Bertepatan dengan HUT Kabupaten Megetan ke 337 serta hari jadi Pemerintah Provinsi Jawa Timur ke 67, Bupati Sumantri me-launching merek Magetan sebagai kota wisata, Magetan the beauty of Java di Stadion Yosonegoro, Jumat (12/10/2012).
Dalam Launching Magetan the beauty of Java ini juga digelar berbagai kegiatan di antaranya, pameran bonsai di halaman gedung DPRD dan Pekan Pasar Rakyat Magetan (PPRM) yang dibuka hingga 20 Oktober pekan depan.
Bupati Magetan Sumantri mengatakan, rangkaian kegiatan ini bertujuan untuk mempromosikan daerah. “Pameran ini merupakan sarana promosi untuk mengenalkan peluang usaha,” ujarnya di sela acara peluncuran.Bupati Sumantri meminta, para pelaku usaha UKM-UKM peserta PPRM bisa memanfaatkan kegiatan ini sebagai motivasi sekaligus meningkatkan daya saing produk.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Provinsi Jawa Timur Arief Rahman menyampaikan, launching Magetan The Beauty of Java ini bisa menjadi sarana promo obyek wisata yang ada di Kabupaten Magetan. Merek ini akan menjadi identitas bagi Magetan sebagai kota wisata untuk pemasaran Magetan sebagai destinasi wisata berkelas nasional.
Menurut Arief, Magetan memiliki puluhan obyek wisata alam dan peninggalan sejarah yang layak untuk digali dan terus dikembangkan. “Banyak sekali potensi wisata di Magetan, hampir tiap kecamatan bahkan desa, terdapat obyek wisata andalan,” ungkapnya.
Mungkin, lanjut Arief Rahman, untuk saat ini masyarakat luas belum banyak mengenal atau tahu potensi yang ada di kabupaten ini. Maka, logo Magetan The Beauty of Java ini yang menjadi jalan untuk mengenalkan Magetan lebih jauh.
“Pesona wisata dan kerajinan di Magetan sangat banyak. Bukan hanya Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu. Baru-baru juga telah dibuka obyek wisata arung jeram di wilayah Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan,” pungkasnya.@arso
Link : http://www.lensaindonesia.com/2012/10/14/bupati-magetan-launching-the-beautiful-of-java.html

Senin, 22 Desember 2008

Transaksi Maya dan Ribawi Akar Krisis Global

Krisis keuangan hebat sedang terjadi di Amerika Serikat, sebuah bencana besar di sektor ekonomi keuangan. Bangkrutnya Lehman Brothers, perusahaan sekuritas berusia 158 tahun milik Yahudi ini menjadi pukulan berat bagi perekonomian AS yang sejak beberapa tahun terakhir mulai goyah. Para analis menilai, bencana pasar keuangan akibat rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar di Negeri Paman Sam satu per satu, tinggal menunggu waktu saja. Inikah tanda-tanda kehancuran sebuah imperium, negara adi daya bernama Amerika Serikat?.

Bangkrutnya Lehman Brothers langsung mengguncang bursa saham di seluruh dunia. Bursa saham di kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong, China, Asutralia, Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan drastis 7 sd 10 persen. Termasuk bursa saham di kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tak terkecuali di AS sendiri, Para investor di Bursa Wall Street mengalami kerugian besar, bahkan surat kabar New York Times menyebutnya sebagai kerugian paling buruk sejak peristiwa serangan 11 September 2001.

Indonesia juga terkena dampaknya. Pada tanggal 8 Oktober 2008, IHSG tertekan tajam turun 10,38 %, yang membuat pemerintah panik dan terpaksa menghentikan (suspen) kegiatan pasar modal beberapa hari. Demikian pula Nikken di Jepang jatuh lebih dari 9 %. Pokoknya, hampir semua pasar keuangan dunia terimbas krisis financial US tersebut. Karena itu para pengamat menyebut krisis ini sebagai krisis finansial global. Krisis keuangan global yang terjadi belakangan ini, merupakan fenomena yang mengejutkan dunia, tidak saja bagi pemikir ekonomi mikro dan makro, tetapi juga bagi para elite politik dan para pengusaha.


Sejarah Terulang

Dalam sejarah ekonomi, ternyata krisis sering terjadi di mana-mana melanda hampir semua negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Krisis demi krisis ekonomi terus berulang tiada henti, sejak tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998 – 2001 bahkan sampai saat ini krisis semakin mengkhawatirkan dengan munculnya krisis finansial di Amerika Serikat . Krisis itu terjadi tidak saja di Amerika latin, Asia, Eropa, tetapi juga melanda Amerika Serikat.

Roy Davies dan Glyn Davies, 1996 dalam buku The History of Money From Ancient time oi Present Day, mengurakan sejarah kronologi secara komprehensif. Menurut mereka, sepanjang abad 20 telah terjadi lebih 20 kali kriss besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia.

Pada tahun 1907 krisis perbankan Internasional dimulai di New York, setelah beberapa decade sebelumnya yakni mulai tahun 1860-1921 terjadi peningkatan hebat jumlah bank di Amerika s/d 19 kali lipat. Selanjutnya, tahun 1920 terjadi depresi ekonomi di Jepang. Kemudian pada tahun 1922 – 1923 German mengalami krisis dengan hyper inflasi yang tinggi. Karena takut mata uang menurun nilainya, gaji dibayar sampai dua kali dalam sehari. Selanjutnya, pada tahun 1927 krisis keuangan melanda Jepang (37 Bank tutup); akibat krisis yang terjadi pada bank-bank Taiwan

Pada tahun 1929 – 30 The Great Crash (di pasar modal NY) & Great Depression (Kegagalan Perbankan); di US, hingga net national product-nya terbangkas lebih dari setengahnya. Selanjutnya, pada tahun 1931 Austria mengalami krisis perbankan, akibatnya kejatuhan perbankan di German, yang kemudian mengakibatkan berfluktuasinya mata uang internasional. Hal ini membuat UK meninggalkan standard emas. Kemudian1944 – 66 Prancis mengalami hyper inflasi akibat dari kebijakan yang mulai meliberalkan perekonomiannya. Berikutnya, pada tahun 1944 – 46 Hungaria mengalami hyper inflasi dan krisis moneter. Ini merupakan krisis terburuk eropa. Note issues Hungaria meningkat dari 12000 million (11 digits) hingga 27 digits.

Pada tahun 1945 – 48 Jerman mengalami hyper inflasi akibat perang dunia kedua.. Selanjutnya tahun 1945 – 55 Krisis Perbankan di Nigeria Akibat pertumbuhan bank yang tidak teregulasi dengan baik pada tahun 1945. Pada saat yang sama, Perancis mengalami hyperinflasi sejak tahun 1944 sampai 1966. Pada tahun (1950-1972) ekonomi dunia terasa lebih stabil sementara, karena pada periode ini tidak terjadi krisis untuk masa tertentu. Hal ini disebabkan karena Bretton Woods Agreements, yang mengeluarkan regulasi di sektor moneter relatif lebih ketat (Fixed Exchange Rate Regime). Disamping itu IMF memainkan perannya dalam mengatasi anomali-anomali keuangan di dunia. Jadi regulasi khususnya di perbankan dan umumnya di sektor keuangan, serta penerapan rezim nilai tukar yang stabil membuat sektor keuangan dunia (untuk sementara) “tenang”.

Namun ketika tahun 1971 Kesepakatan Breton Woods runtuh (collapsed). Pada hakikatnya perjanjian ini runtuh akibat sistem dengan mekanisme bunganya tak dapat dibendung untuk tetap mempertahankan rezim nilai tukar yang fixed exchange rate. Selanjutnya pada tahun 1971-73 terjadi kesepakatan Smithsonian (di mana saat itu nilai 1 Ons emas = 38 USD). Pada fase ini dicoba untuk menenangkan kembali sektor keuangan dengan perjanjian baru. Namun hanya bertahan 2-3 tahun saja.

Pada tahun 1973 Amerika meninggalkan standar emas. Akibat hukum “uang buruk (foreign exchange) menggantikan uang bagus (dollar yang di-back-up dengan emas)-(Gresham Law)”. Pada tahun 1973 dan sesudahnya mengglobalnya aktifitas spekulasi sebagai dinamika baru di pasar moneter konvensional akibat penerapan floating exchange rate sistem. Periode Spekulasi; di pasar modal, uang, obligasi dan derivative. Maka tak aneh jika pada tahun 1973 – 1874 krisis perbankan kedua di Inggris; akibat Bank of England meningkatkan kompetisi pada supply of credit.

Pada tahun 1974 Krisis pada Eurodollar Market; akibat west German Bankhaus ID Herstatt gagal mengantisipasi international crisis. Selanjutnya tahun 1978-80 Deep recession di negara-negara industri akibat boikot minyak oleh OPEC, yang kemudian membuat melambung tingginya interest rate negara-negara industri.

Selanjutnya sejarah mencatat bahwa pada tahun 1980 krisis dunia ketiga; banyaknya hutang dari negara dunia ketiga disebabkan oleh oil booming pada th 1974, tapi ketika negara maju meningkatkan interest rate untuk menekan inflasi, hutang negara ketiga meningkat melebihi kemampuan bayarnya. Pada tahun 1980 itulah terjadi krisis hutang di Polandia; akibat terpengaruh dampak negatif dari krisis hutang dunia ketiga. Banyak bank di eropa barat yang menarik dananya dari bank di eropa timur.

Pada saat yang hampir bersamaan yakni di tahun 1982 terjadi krisis hutang di Mexico; disebabkan outflow kapital yang massive ke US, kemudian di-treatments dengan hutang dari US, IMF, BIS. Krisis ini juga menarik Argentina, Brazil dan Venezuela untuk masuk dalam lingkaran krisis.

Perkembangan berikutnya, pada tahun 1987 The Great Crash (Stock Exchange), 16 Oct 1987 di pasar modal US & UK. Mengakibatkan otoritas moneter dunia meningkatkan money supply. Selanjutnya pada tahun 1994 terjadi krisis keuangan di Mexico; kembali akibat kebijakan finansial yang tidak tepat.

Pada tahun 1997-2002 krisis keuangan melanda Asia Tenggara; krisis yang dimulai di Thailand, Malaysia kemudian Indonesia, akibat kebijakan hutang yang tidak transparan. Krisis Keuangan di Korea; memiliki sebab yang sama dengan Asteng.

Kemudian, pada tahun 1998 terjadi krisis keuangan di Rusia; dengan jatuhnya nilai Rubel Rusia (akibat spekulasi) Selanjutnya krisis keuangan melanda Brazil di tahun 1998. pad saat yang hamper bersamaan krisis keuangan melanda Argentina di tahun 1999. Terakhir, pada tahun 2007-hingga saat ini, krisis keuangan melanda Amerika Serikat.

Dari data dan fakta historis tersebut terlihat bahwa dunia tidak pernah sepi dari krisis yang sangat membayakan kehidupan ekonomi umat manusia di muka bumi ini.

Akar Krisis

Apakah akar persoalan krisis dan resesi yang menimpa berbagai belahan dunia tersebut? Dalam menjawab pertanyaan tersebut, cukup banyak para pengamat dan ekonom yang berkomentar dan memberikan analisis dari berbagai sudut pandang.

Dalam menganalisa penyebab utama timbulnya krisis moneter tersebut, banyak para pakar ekonomi berkonklusi bahwa kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) adalah merupakan penyebab utama munculnya krisis ekonomi. Hal ini seperti disebutkan oleh Michael Camdessus (1997), Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Programmes (kurang lebih) sebagai berikut: “Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi”.

Ini dengan jelas menunjukkan bahwa defisit neraca pembayaran (deficit balance of payment), beban hutang luar negeri (foreign debt-burden) yang membengkak–terutama sekali hutang jangka pendek, investasi yang tidak efisien (inefficient investment), dan banyak indikator ekonomi lainnya telah berperan aktif dalam mengundang munculnya krisis ekonomi.

Sementara itu, menurut pakar ekonomi Islam, penyebab utama krisis adalah kepincangan sektor moneter (keuangan) dan sektor riel yang dalam Islam dikategorikan dengan riba. Sektor keuangan berkembang cepat melepaskan dan meninggalkan jauh sektor riel. Bahkan ekonomi kapitalis, tidak mengaitkan sama sekali antara sektor keuangan dengan sektor riil.

Tercerabutnya sektor moneter dari sektor riel terlihat dengan nyata dalam bisnis transaksi maya (virtual transaction) melalui transaksi derivatif yang penuh ribawi. Tegasnya, Transaksi maya sangat dominan ketimbang transaksi riil. Transaksi maya mencapai lebih dari 95 persen dari seluruh transaksi dunia. Sementara transaksi di sektor riel berupa perdagngan barang dan jasa hanya sekitar lima persen saja.

Menurut analisis lain, perbandingan tersebut semakin tajam, tidak lagi 95 % : 5 %, melainkan 99 % : 1 %. Dalam tulisan Agustianto di sebuah seminar Nasional tahun 2007 di UIN Jakarta, disebutkan bahwa volume transaksi yang terjadi di pasar uang (currency speculation and derivative market) dunia berjumlah US$ 1,5 trillion hanya dalam sehari, sedangkan volume transaksi pada perdagangan dunia di sektor riil hanya US$ 6 trillion setiap tahunnya (Rasio 500 : 6 ), Jadi sekitar 1-an %. Celakanya lagi, hanya 45 persen dari transaksi di pasar, yang spot, selebihnya adalah forward, futures,dan options.

Islam sangat mencela transaksi dirivatif ribawi dan menghalalkan transaksi riel. Hal ini dengan tegas difirmankan Allah dalam Surah Al-Baqarah : 275 : Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Sebagaimana disebut di atas, perkembangan dan pertumbuhan finansial di dunia saat ini, sangat tak seimbang dengan pertumbuhan sektor riel. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara.

Pakar manajamen tingkat dunia, Peter Drucker, menyebut gejala ketidakseimbangan antara arus moneter dan arus barang/jasa sebagai adanya decopling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal, pasar valas dan proverti), sehingga potret ekonomi dunia seperti balon saja (bubble economy).

Disebut ekonomi balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Jadi, bubble economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riel, bahkan sektor riel tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya.

Sekedar ilustrasi dari fenomena decoupling tersebut, misalnya sebelum krisis moneter Asia, dalam satu hari, dana yang gentayangan dalam transaksi maya di pasar modal dan pasar uang dunia, diperkirakan rata-rata beredar sekitar 2-3 triliun dolar AS atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS.

Padahal arus perdagangan barang secara international dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang (Didin S Damanhuri, Problem Utang dalam Hegemoni Ekonomi),

Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar ditentukan di dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yaitu ditentukan oleh banyaknya permintaan uang di sektor riel atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian.

Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riel, inilah perbedaan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional, yaitu ekonomi konvensional, jelas memisahkan antara sektor finansial dan sektor riel. Akibat pemisahan itu, ekonomi dunia rawan krisis, khususnya negara–negara berkembang (terparah Indonesia). Sebab, pelaku ekonomi tidak lagi menggunakan uang untuk kepentingan sektor riel, tetapi untuk kepentingan spekulasi mata uang. Spekulasi inilah yang dapat menggoncang ekonomi berbagai negara, khususnya negara yang kondisi politiknya tidak stabil. Akibat spekulasi itu, jumlah uang yang beredar sangat tidak seimbang dengan jumlah barang di sektor riel.

Spekulasi mata uang yang mengganggu ekonomi dunia, umumnya dilakukan di pasar-pasar uang. Pasar uang di dunia ini saat ini, dikuasai oleh enam pusat keuangan dunia (London, New York, Chicago, Tokyo, Hongkong dan Singapura). Nilai mata uang negara lain, bisa saja tiba-tiba menguat atau sebaliknya. Lihat saja nasib rupiah semakin hari semakin merosot dan nilainya tidak menentu.

Di pasar uang tersebut, peran spekulan cukup signifikan untuk menggoncang ekonomi suatu negara. Lihatlah Inggris, sebagai negara yang kuat ekonominya, ternyata pernah sempoyongan gara-gara ulah spekulan di pasar uang, apalagi kondisinya seperti Indonesia, jelas menjadi bulan-bulanan para spekulan. Demikian pula ulah George Soros di Asia Tenggara.

Bagi spekulan, tidak penting apakah nilai menguat atau melemah. Bagi mereka yang penting adalah mata uang selalu berfluktuasi. Tidak jarang mereka melakukan rekayasa untuk menciptakan fluktuasi bila ada momen yang tepat, biasanya satu peristiwa politik yang menimbulkan ketidakpastian.

Menjelang momentum tersebut, secara perlahan-lahan mereka membeli rupiah, sehingga permintaan akan rupiah meningkat. Ini akan mendorong nilai rupiah secara semu ini, akan menjadi makanan empuk para spekulan. Bila momentumnya muncul dan ketidakpastian mulai merebak, mereka akan melepas secara sekaligus dalam jumlah besar. Pasar akan kebanjiran rupiah dan tentunya nilai rupiah akan anjlok.

Robin Hahnel dalam artikelnya Capitalist Globalism In Crisis: Understanding the Global Economic Crisis (2000), mengatakan bahwa globalisasi - khususnya dalam financial market, hanya membuat pemegang asset semakin memperbesar jumlah kekayaannya tanpa melakukan apa-apa. Dalam kacamata ekonomi Islam, mereka meraup keuntungan tanpa ’iwadh (aktivitas bisnis riil,seperti perdagangan barang dan jasa riil) Mereka hanya memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam pasar uang dengan kegiatan spekulasiuntuk menumpuk kekayaan mereka tan pa kegiatan produksi yang riil. Dapat dikatakan uang tertarik pada segelintir pelaku ekonomi meninggalkan lubang yang menganga pada sebagian besar spot ekonomi.

They do not work, they do not produce, they trade money for stocks, stocks for bonds, dollars for yen, etc. They speculate that some way to hold their wealth will be safer and more remunerative than some other way. Broadly speaking, the global credit system has been changed over the past two decades in ways that pleased the speculators (Hahnel, 2000).

Hahnel juga menyoroti bagaimana sistem kredit atau sistem hutang sudah memerangkap perekonomian dunia sedemikian dalam. Apalagi mekanisme bunga (interest rate) juga menggurita bersama sistem hutang ini. Yang kemudian membuat sistem perekonomian harus menderita ketidakseimbangan kronis. Sistem hutang ini menurut Hahnel hanya melayani kepentingan spekulator, kepentingan segelintir pelaku ekonomi. Namun segelintir pelaku ekonomi tersebut menguasai sebagian besar asset yang ada di dunia. Jika kita kaji pemikiran Hahner ini lebih mendalam akan kita lihat dengan sangat jelas bahwa perekonomian akan berakhir dengan kehancuran akibat sistem yang dianutnya, yakni kapitalisme ribawi.

Solusi Islam

Penasihat keuangan Barat, bernama Dan Taylor, mempunyai keyakinan bahawa sistem keuangan dan perbankan Islam mempuyai keunggulan sistem yang lebih baik berbanding dengan sistem keuangan Barat yang berasaskan riba. Krisis keuangan yang sedang dihadapai oleh negara-negara Barat seperti USA dan UK memberikan kekuatan secara langsung dan tidak langsung kepada sistem finansial Islam yang berdasarkan Syariah. Sistem keuangan Barat sudah runtuh…. “Islamic finance and banking will win”, begitulah kata penasihat kewangan Barat. BDO Stoy Hayward says financial turmoil puts Islamic products in strong position.

According to the financial advisers Islamic banks are one of the few financial institutions who still have significant sums of money available to finance individuals and corporates, unlike their western banking counterparts, who will only continue to constrict their lending policies in light of the current economic crisis.

Dan Taylor, Head of Banking at BDO Stoy Hayward, says: “As the risk profile of Islamic Banks is generally lower than conventional western banks, this presents a more solid option for both retail and institutional investors and suggests that dealings with Islamic financial institutions will grow dramatically as people switch to more secure products in this environment.”

“Further growth of Islamic banking in the UK will also be attributed to their more conservative approach to financing, as the risks are shared with the investor, much like the private equity model. In addition, it is more difficult for Islamic financial institutions to use leverage; therefore their risk profile is naturally lower,” continues Taylor (Ahmad Sanusi Husein, IIUM)

Kembali kepada aktivitas riba para spekulan, mereka meraup keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual. Makin besar selisihnya, makin menarik bagi para spekulan untuk bermain. Berdasarkan realitas itulah, maka Konferensi Tahunan Association of Muslim Scientist di Chicago, Oktober 1998 yang membahas masalah krisis ekonomi Asia dalam perspektif ekonomi Islam, menyepakati bahwa akar persoalan krisis adalah perkembangan sektor finansial yang berjalan sendiri, tanpa terkait dengan sektor riel.

Dengan demikian, nilai suatu mata uang dapat berfluktuasi secara liar. Solusinya adalah mengatur sektor finansial agar menjauhi dari segala transaksi yang mengandung riba, termasuk transaksi-transaksi maya di pasar uang. Gejala decoupling, sebagaimana digambarkan di atas, disebabkan, karena fungsi uang bukan lagi sekedar menjadi alat tukar dan penyimpanan kekayaan, tetapi telah menjadi komoditas yang diperjualbelikan dan sangat menguntungkan bagi mereka yang memperoleh gain. Meskipun bisa berlaku mengalami kerugian milyaran dollar AS.

Dapat disimpulkan, perekonomian saat ini digelembungkan oleh transaksi maya yang dilakukan oleh segelintir orang di beberapa kota dunia, seperti London (27 persen), Tokyo-Hong Kong-Singapura (25 persen), dan Chicago-New York (17 persen). Kekuatan pasar uang ini sangat besar dibandingkan kekuatan perekonomian dunia secara keseluruhan. Perekonomian global praktis ditentukan oleh perilaku lima negara tersebut.

Karena itu, Islam menolak keras segala jenis transaksi maya seperti yang terjadi di pasar uang saat ini. Sekali lagi ditegaskan, “Uang bukan komoditas”. Praktek penggandaan uang dan spekulasi dilarang. Sebaliknya, Islam mendorong globalisasi dalam arti mengembangkan perdagangan internasional.

Dalam ekonomi Islam, globalisasi merupakan bagian integral dari konsep universal Islam. Rasulullah telah menjadi pedagang internasional sejak usia remaja. Ketika berusia belasan tahun, dia telah berdagang ke Syam (Suriah), Yaman, dan beberapa negara di kawasan Teluk sekarang. Sejak awal kekuasaannya, umat Islam menjalin kontak bisnis dengan Cina, India, Persia, dan Romawi. Bahkan hanya dua abad kemudian (abad kedelapan), para pedagang Islam telah mencapai Eropa Utara. Ternyata nilai-nilai ekonomi syariah selalu aktual, dan terbukti dapat menjadi solusi terhadap resesi perekonomian.

Di zaman Nabi Muhammad jarang sekali terjadi resesi. Zaman khalifah yang empat juga begitu. Pernah sekali Nabi mengalami defisit, yaitu sebelum Perang Hunain, namun segera dilunasi setelah perang. Di zaman Umar bin Khattab (khalifah kedua) dan Utsman (khalifah ketiga), malah APBN mengalami surplus. Pernah dalam zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tak dijumpai lagi satu orang miskinpun!!!

Apa rahasianya? Kebijakan moneter Rasulullah Saw — yang kemudian diikuti oleh para khalifah — selalu terkait dengan sektor riil perekonomian berupa perdagangan . Hasilnya adalah pertumbuhan sekaligus stabilitas.

Pengaitan sektor moneter dengan sektor riil merupakan obat mujarab untuk mengatasi gejolak kurs mata uang — seperti yang melanda Indonesia sejak akhir 1997 sampai saat ini. “Perekonomian yang mengaitkan sektor moneter langsung dengan sektor riil akan membuat kurs mata uang stabil.” Inilah yang dijalankan bank-bank Islam dewasa ini, di mana setiap pembiayaan harus ada underline ttansactionnya. Tidak seperti bank konvensional yang menerapkan sistem ribawi.

Minggu, 06 April 2008

The Journey to Pantai Bentar Probolinggo


Far and away
I see the horizon in the blue sky
Waiting for glorious moment of time
To know the 'really' me
outside and inside

Sabtu, 05 April 2008

Bila Anak Kita


Bila anak hidup dengan kritikan, maka ia belajar untuk mengutuk
Bila anak hidup dengan permusuhan, maka ia belajar untuk melawan
Bila anak hidup dengan ejekan, maka ia belajar untuk menjadi pemalu
Bila anak hidup dengan rasa malu, maka ia belajar untuk merasa bersalah
Bila anak hidup dengan toleransi, maka ia belajar untuk menjadi sabar
Bila anak hidup dengan penuh dukungan , maka ia belajar untuk percaya diri
Bila anak hidup dengan pujian, maka ia belajar untuk menghargai
Bila anak hidup dengan keadilan, maka ia belajar untuk menjadi adil
Bila anak hidup dengan rasa aman, maka ia belajar untuk mempunyai keyakinan
Bila anak hidup dengan pengakuan, maka ia belajar untuk menyukai dirinya
Bila anak hidup dengan kejujuran, maka ia belajar untuk kebenaran
Bila anak hidup dengan penerimaan dan kasih sayang, maka ia belajar untuk menenemukan rasa kasih sayang di dunia

Perkembangan Globalisasi Mutakhir

Recent Globalization

1. The World is Flat

Dalam perjalanan jurnalistiknya ke perusahaan Infosys di India, Thomas L. Friedman dikejutkan oleh perubahan global yang menurutnya luar biasa. Sesuai dengan yang dilihatnya di India, dunia begitu kecil karena telah terhubung dengan teknologi serat fiber dan internet yang memungkinkan komunikasi global secara cepat dan murah.
Persaingan dalam dunia global telah mengalami sebuah perubahan yang fundamental. Menurutnya, lapangan permainan ekonomi dunia telah berkembang dan meningkat. Apa yang disebut para ekonom tentang barierrs to entry telah musnah. Dan saat ini setiap individu atau perusahaan-perusahaan, negara-negara bisa berkolaborasi atau pun berkompetisi secara global.
Saat ini, menurut Friedman, telah terjadi globalisasi gelombang ketiga (Globalization 3.0). Globalisasi gelombang pertama (Globalization 1.0) terjadi mulai tahun 1492, ketika Columbus memulai pelayarannya keliling dunia, hingga tahun 1800. Globalisasi ini ditengarai dengan penjelajahan dan penguasaan negara-negara di dunia, serta munculnya negara bangsa.
Gelombang kedua globalisasi (Globalization 2.0) diperankan secara dramatis oleh perusahaan multinasional yang melakukan integrasi-integrasi bisnis secara global. Gelombang kedua ini terjadi pada 1800, ditandai dengan Revolusi Industri hingga tahun 2000.
Kini dalam globalisasi gelombang ketiga, kekuatan dinamisnya ialah individu-individu yang secara kasat mata telah mengglobal. Globalisasi tidak lagi didorong oleh mesin, hardware, tetapi oleh software dan jaringan serat optik yang menghubungkan semua manusia di dunia ini. Jika dua gelombang globalisasi sebelumnya didominasi oleh orang-orang Eropa dan Amerika, kini globalisasi melibatkan seluruh umat manusia dari bangsa, negara, dan ras manapun.
Secara khusus, Friedman mencermati fenomena ekonomi yang luar biasa. Yakni proses outsourcing perusahaan-perusahaan dan jasa-jasa ekonomi Amerika beserta pekerjaan-pekerjaan teknologi informasinya ke India dan China. Sebagai contoh perusahaan akuntan di India mengerjakan pajak penghasilan dari 400 ribu warga Amerika. Dan banyak rumah sakit-rumah sakit kecil di Amerika yang menyerahkan pekerjaan membaca hasil scan CAT kepada radiologis di India dan Australia atau biasa disebut sebagai “Nighthawks”.
Saat ini telah terjadi perubahan mendasar pada proses supply chain secara global. Kebutuhan akan pasokan sumber daya (resources) dalam mencapai keunggulan kompetitif bisa didapatkan dari segala penjuru dunia.
Secara lebih jelas, Friedman menjelaskan 10 kekuatan yang telah merubah wajah global menjadi datar. Pertama, runtuhnya tembok Berlin di Jerman pada 9 November 1989 yang menandai robohnya sekat-sekat ideologi global. Kedua, peristiwa go public dari Netscape (era internet). Ketiga, software aliran kerja global, keempat, open sourcing dan outsourcing sebagai kekuatan kelima.
Sedangkan kekuatan keenam ialah operasi global (offshoring). Ketujuh, global supply chain. Kekuatan kedelapan, berupa insourcing (global logistic). Kesembilan, informing (masyarakat yang tercerahkan dengan informasi). Dan, kesepuluh, steroids (berupa faktor digital, mobile, visual, and personal ) yang mempercepat terjadinya dunia yang datar, sebuah dunia yang interconnected.


2. The Ten Forces that Flattened The World

Flattener # 1 . Runtuhnya Tembok Berlin 9 November 1989. Ini merupakan kemenangan kapitalisme terhadap komunisme. Arah dunia menjadi terfokus pada advokasi demokrasi, konsensus, pemerintah yang orientasi kepada pasar bebas jauh dari sistem otoriter dan ekonomi yang terpusat.
Dampaknya pada dunia bisnis, terjadinya liberalisasi perdagangan dan persaingan yang berdasarkan pada mekanisme pasar. Peranan pemerintah Indonesia yang dulu sangat besar untuk menghantarkan sukses sebuah perusahaan, kini digeser ke arah kesuksesan menaklukkan pasar bebas. Yang berarti pemenuhan demand dari customer melalui produk dan layanan yang berkualitas tinggi.

Flattener # 2. Peristiwa Go Public Perusahaan Netscape 9 Agustus 1995. Peristiwa tersebut merupkan tonggak revolusi dalam jaringan antar komputer. Ini merupakan era di mana peran internet yang menghubungkan komputer (PC) di seluruh dunia menjadi nyata. Netscape menyediakan software untuk surfing ke dunia maya, sekaligus menjadikan internet sebuah kenyataan dan mudah diakses oleh siapapun.
Internet pun menjadi booming. Di Indonesia hal ini memunculkan era digitalisasi informasi. Dokumen-dokumen, data, pesan, buku, musik dirubah menjadi data digital agar dapat dipertukarkan melalui internet. Dunia usaha yang dahulu menggunakan pengiriman data dan informasi scara manual, kini dihadapkan pada kecepatan yang hampir tanpa batas untuk bertukar informasi. Siapa yang mampu menguasai, akan memenangkan persaingan.

Flattener # 3. Work Flow Software. Faktor ini merupakan fenomena kemunculan software-software aplikasi yang memungkinkan sebuah kerja dikerjakan bersama oleh orang-orang di berbagai belahan dunia melalui internet. Internet tidak lagi hanya digunakan untuk mengirim e-mail, browsing, mendengarkan musik, dan mengirim gambar saja. Tetapi lebih jauh digunakan secara produktif, untuk membentuk sesuatu, menciptakan, menjual dan membeli sesuatu, tracking inventory dari seluruh penjuru dunia.
Konsekuensinya, intrenet menjadi key enabler dalam bisnis. Secara kasat mata, integrasi platform dengan internet ini kemudian memicu munculnya bisnis dotcom, e-commerce dan praktek-praktek bisnis yang memakai internet sebagai alat utama. Misalnya, untuk kepentingan marketing, transaksi, dan procurement (pengadaan barang dan jasa). Di Indonesia sendiri bisnis dotcom kemudian juga bermunculan, meski tidak terlalu populer seperti di Amerika. Namun dunia bisnis sudah melirik peluang usaha yang kian terbuka dengan adanya internet.

Flattener # 4. Open-Sourcing. Flattener ke empat sampai kesepuluh merupakan model kolaborasi baru berdasarkan platform internet yang telah ada. Orang-orang, organisasi-organisasi dan perusahaan-perusahaan dari seluruh penjuru dunia dapat berkolaborasi dan sharing untuk berbagai tujuan, Bisnis, ilmu pengetahuan, teknologi, kepentingan politik dan sebagainya. Hal ini dimungkinkan adanya software-software yang bisa diunduh (down load) oleh siapa pun secara gratis di internet. PC di kantor atau di rumah bisa terhubung dengan web site-web site pada World Wide Web.
Dampaknya, bisnis menjadi semakin dinamis. Kerja tidak harus dilakukan di kantor atau di ruangan yang luas. Tapi bisa dikerjakan melalui PC atau laptop dimana pun, dari mana pun dan kapan pun asalkan semua terhubung melalui internet. Bisnis menjadi semakin efisien dan efektif, karena biaya-biaya tempat, transportasi dan komunikasi dapat ditekan seminimal mungkin melalui kolaborasi kerja di internet. Kantor-kantor berbentuk fisik, kini berubah menjadi virtual office di dunia maya yang dapat diakses dari sebuah komputer yang telah terkoneksi dengan internet.

Flattener # 5. Outsourcing. Era internet dan digital memungkinkan sebagian pekerjaan dari kita atau perusahaan kita untuk dikerjakan oleh orang lain atau perusahaan lain dari seluruh dunia. Contohnya seperti perusahaan-perusahaan akuntan India yang mengerjakan 400 ribu pajak penghasilan warga Amerika. Atau pemindahan call center perusahaan-perusahan Amerika dan Eropa ke India. Hal tersebut demi efisiensi biaya. Menjalankan sebagian fungsi-fungsi perusahaan dengan biaya yang lebih rendah. Dan dunia yang telah terkoneksi memungkinkan itu terjadi.
Dunia bisnis di Indonesia pun semakin mengalami persaingan dalam hal biaya ketika bersaing dengan perusahaan-persahaan transnasional dari Amerika dan Eropa. Sementara karena keberadaan infrastruktur yang kurang bagus, dan kendala bahasa serta rendahnya kualitas SDM, sedikit yang melirik Indonesia untuk dijadikan tujuan outsourcing. India, Singapura dan Malaysia lebih menjadi tujuan. Perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak banyak merasakan limpahan pekerjaan-pekerjaan itu.

Flattener # 6. Offshoring. Cina merupakan contoh negara yang menjadi tujuan utama offshoring. Banyak sekali perusahaan Amerika dan Eropa yang memindahkan operasi globalnya ke Cina. Tentu saja dengan alasan upah tenaga kerja yang lebih rendah, pajak rendah, infrastruktur yang bagus dan aturan-aturan investasi yang menarik. Dari Cina ini kemudian, produk barang dan jasa dikirimkan ke seluruh penjuru dunia termasuk ke Amerika dan Eropa sendiri.
Maka, barang-baranag mulai tekstil, elektronik, furnitur, kaca mata, sepeda, serta otomotif dari Cina yang amat murah dan berkualitas tinggi menyerbu pasar dunia. Tanpa disadari industri dalam negeri Indonesia morat-marit terkena imbas membanjirnya barang produksi Cina yang tidak bisa disaingi oleh industri domestik. Perusahaan-perusahaan berguguran, karena digempur barang-barang murah tersebut. Mereka yang ingin bertahan harus berupaya mati-matian menekan biaya untuk bisa bersaing dengan produk-produk Cina.
Sehingga pemerintah dan kalangan industri di Indonesia perlu merevisi berbagai kebijakan dan cara bisnis agar dapat bersaingan secara global. Atau setidaknya ikut menjadi tujuan offshoring global untuk menggerakkan ekonomi nasional.

Flattener # 7. Supply-Chaining. Internet sekali lagi menjadi platform yang memungkinkan kolaborasi secara horisontal antara berbagai pihak. Dalam supply chain, terjadi kolaborasi horisontal antara suplier, produsen, retailer, dan konsumen untuk menciptakan value. Proses produksi dan distribusi barang dan jasa mengalami perubahan drastis, dengan adanya saling keterhubungan tersebut. Dan semua pihak mendapatkan keuntungan.
Integrasi suplier, produsen, retailer dan konsumen menjadikan produk barang dan jasa semakin murah namun tetap berkualitas tinggi. Perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan manajemen supply chain secara baik, akan banyak ditinggalkan oleh konsumen maupun supliernya. Karena bargaining position berbagai pihak tersebut menjadi sama, dan semua menginginkan yang terbaik (highest value). Sehingga perbaikan rantai nilai (value chain) menjadi faktor penentu sukses usaha.

Flattener # 8. Insourcing (Global Logistics). Interkoneksi dunia memungkinkan terjadinya global logistik. Artinya, perusahaan di mana pun di seluruh penjuru dunia bisa mendapatkan sumber daya apa pun dan dari mana pun dengan biaya yang murah. Bantuan perusahaan delivery seperti FedEx dan UPS yang beroperasi secara global dan didukung oleh teknologi informasi, memungkinkan global logistik terjadi. Misalnya, sebuah perusahaan komputer di Cina bisa mendapatkan pasokan microchip processor dari Amerika dengan mudah dan murah.
Akibatnya, keunggulan komparatif sebuah negara menjadi tidak ada artinya. Karena perusahaan mana pun bisa membuat, menjual dan mendapatkan bahan baku dari mana pun di seluruh penjuru dunia secara efisien. Keunggulan kompetitif (fix cost yang rendah) menjadi senjata untuk bersaing di era global seperti saat ini.

Flattener # 9. In-Forming. Keberadaan mesin-mesin pencari (search engine) semacam, Google, MSN, Yahoo!, membuat masyarakat dunia semakin tercerahkan dengan berbagai macam informasi. Melalui internet, konsumen, produsen, suplier menjadi semakin terdidik karena bisa mengakses informasi apa pun via internet. Harga barang, aturan-aturan pajak, hukum, keadaan sosial politik dan ekonomi dari negara-negara di seluruh penjuru dunia tersaji secara lengkap dan bisa diakses oleh individu, kelompok masyarakat, organisasi dan perusahaan-perusahaan.
Informing memungkinkan, tiap individu terintergrasi dalam proses supply chain informasi, pengetahuan dan hiburan. Individu dan komunitas masyarakat menjadi well-informed. Sulit sekarang untuk membohongi, bersikap tidak jujur atau berlaku tidak transparan. Semua informasi dan pengetahuan bisa dicari melalui internet.
Maka dalam dunia bisnis, perusahaan tidak lagi bisa mendominasi suplier dan konsumennya. Informasi-informasi yang semula hanya dikuasai oleh para pengusaha, kini bisa diakses oleh siapa pun dan dimana pun. Tak ada cara lain untuk sukses dalam bisnis ini selain berkolaborasi baik dengan pemasok maupun konsumennya.

Flattener # 10. The Steroids. Digital, Mobile, Personal, and Virtual. Faktor perkembangan teknologi (digital, mobile, personal dan virtual) ini seperti “steroid” yang memungkinkan faktor-faktor flattener lain menjadi lebih dahsyat dan cepat perkembangannya. Outsourcing, offshoring, open-sourcing, supply-chaining, insourcing dan in-forming semakin menguatkan peranannya melalui dukungan teknologi-teknologi tersebut.
Maka industri dan dunia bisnis, terutama dengan knowledge content yang tinggi harus beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan teknologi tersebut. Kini banyak praktek bisnis yang muncul menggunakan perkembangan teknologi tersebut. Misalnya, mobile banking, internet banking, sms banking, e-procurement, call centre, serta komunikasi 3G yang mengantisipasi keperluan digital, mobile, personal dan virtual dari tiap individu dan perusahaan-perusaan.
Tanpa adaptasi tesebut, bisa dipastikan para penyedia jasa dan produsen produk akan ketinggalan dan kalah dalam kompetisi global.

3. Indonesia di Tengah Globalisasi
Tulisan ini secara faktual melukiskan kondisi perekonomian Indonesia di tengah percaturan ekonomi dunia yang telah mengglobal dan telah lebih mendatar (becomes flatter). Betapa Indonesia sebenarnya bisa dikatakan ketinggalan atau tidak siap menghadapi perubahan peta persaingan global. Di tingkat Asia, kita sudah kalah kelas dibanding Vietnam, Filipina, Malaysia, India dan China.
Fakta penting dan menarik, tentang muramnya wajah ekonomi kita, telihat pada arus negatif Foreign Direct Investment (FDI) lima tahun belakangan ini. Arus negatif FDI berarti, investor asing semakin enggan untuk menanamkan modal di Indonesia. Dan, bahkan investor domestik sendiri ogah untuk menanam modalnya di negeri sendiri. Terjadilah out flow capital atau juga capital flight ke negara-negara yang lebih menarik bagi investasi.
Contoh konkrit, hengkangnya perusahaan manufaktur elektronik terbesar dunia, Sony Corporation, dari Indonesia ke Vietnam beberapa tahun lalu. Gerakan ini diikuti pula dengan pindahnya pabrik-pabrik perusahaan multinasional lain ke Vietnam, Filipina dan China.
Hal ini mengisyaratkan keunggulan komparatif kita (market besar dan kekayaan alam yang berlimpah) sudah tidak laku lagi saat ini. Dalam bahasa yang sederhana, perusahaan-perusahaan transnasional lebih mencari negara-negara yang mampu memberikan ongkos tetap (fix cost) yang paling murah. Variabel cost bukan lagi yang dicari di era liberalisasi perdagangan seperti saat ini.
Biaya tetap yang murah, hanya bisa diberikan oleh negara-negara dengan infrastruktur yang bagus dan sistem perpajakan yang banyak memberi insentif pada dunia usaha. Selain itu dibutuhkan pula jaminan kemanan (termasuk minimnya demonstrasi buruh), penegakan hukum dan birokrasi yang tidak berbelit dan murah. Poin-poin tersebut sulit ditemukan di Indonesia.
Maka, perusahaan-perusahaan transnasional lebih senang membuka pabriknya di Vietnam, China atau India yang menawarkan fix cost lebih rendah. Infrastruktur China jauh lebih bagus dibanding Indonesia, skilled labor-nya juga lebih banyak. Apalagi pasar domestik China yang lebih dari 1,5 milyar penduduk, sungguh menggiurkan.
Mereka pasti berfikir, untuk memenuhi kebutuhan Indonesia, cukup dipasok dari China atau Vietnam saja. Dengan liberalisasi perdagangan yang mereduksi tarif masuk antar negara, membuat impor ekspor antar negara tidak lagi sebuah kendala.
Tidak heran bila China menduduki peringkat pertama, tujuan FDI, disusul oleh India dan baru kemudian Amerika Serikat. China dan India menjadi negara yang paling nyaman dan menguntungkan bagi business process outsourcing (BPO) dan global operation (offshoring). Sementara Indonesia berada di peringkat 25, sebagai negara tujuan investasi. Ini sangat memprihatinkan.
Peran negara jelas sangat penting dalam mewujudkan wajah negeri tirai bambu hingga seperti sekarang ini. Komitmen pemerintahannya untuk memberantas korupsi dan membangun infrastruktur kelas dunia serta menciptakan birokrasi yang efisien bagi proses investasi, membuat perekonomian China melejit. Sedangkan India, sejak dulu berkomitmen pada pengembangan sumber daya manusia (pendidikan). Sehingga saat ini India menjadi tujuan BPO untuk bisnis di bidang teknologi informasi (TI).
Sedangkan Indonesia yang di tahun 1980-an sempat menjadi primadona investasi asing, kini terpuruk dalam ketidakberdayaan tanpa daya saing. Kini tinggal bagaimana komitmen pemerintah unuk bisa menjadikan Indonesia mempunyai peranan besar dalam global supply chain di lapangan dunia yang semakin datar ini.